Dalam satu semester tahun 2008 ini, telah terjadi 3 kali kecelakaan pesawat milik TNI AU. Baru sebulan yang lalu, tepatnya 6 April 2009 pesawat Fokker 27 TNI AU jatuh di Bandara Husein S Bandung dan menewaskan 24 orang . Lalu pada 11 Mei 2009, Pesawat Hercules 130 B TNI AU kembali mengalami kecelakaan di landasan pacu Bandar Udara Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua. Dan hari ini tanggal 20 Mei 2009, bertepatan dengan 101 Tahun Kebangkitan Nasional, Pesawat Hercules C-130 TNI AU jatuh di daerah persawahan Magetan. Sedikitnya 102 orang meninggal akibat kecelaakaan tersebut.
ada 3 keanehan atau kejanggalan:
Anak-anak dan warga sipil ikut dalam penerbangan Hercules TNI AU.
Tidak adanya penanganan serius pasca kecelakaan Fokker 27 TNI AU di Bandung, sehingga dalam waktu kurang dari 2 bulan sudah terjadi 3 kali kecelakaan.
Kontra-opini antar pejabat negara atas penyebab-penyeban kecelakaan pesawat militer TNI AU
Pesawat Sipil atau Militer?
Hercules C-130 merupakan pesawat TNI yang penggunaanya sangatlah jelas. Hercules dengan segala kelebihannya memang digunakan dalam berbagai keperluan untuk kepentingan negara. Hercules C-130 digunakan sebagai pesawat angkut pasukan, pesawat perang untuk melancarkan serang udara, evakuasi medis dalam pencarian dan penyelamatan (SAR), pengangkut barang, penelitian, pendeteksi cuaca, pengisian bahan bakar di udara, pemadam kebakaran dan patroli maritim. Dari fungsi dan tujuannya, sangatlah jelas bahwa pesawat Hercules TNI harus digunakan untuk kepentingan militer, sosial, penelitian dan bencana alam. Yang menjadi perhatian utama saya adalah mengapa dalam kecelekaan ini pesawat Hercules TNI membawa penumpang anak-anak dan warga sipil. Hercules C-130 TNI AU bukanlah pesawat penumpang. Padahal misi perjalanan Hercules Jakarta-Madiun bukan dalam rangka evakuasi anak-anak akibat bencana alam atau sejenisnya. Apakah TNI AU memang kekurangan dana sehingga membawa penumpang? Bukankah ada pesawat komersial? Mungkinkah mereka adalah keluarga dari anggota TNI atau mereka adalah penumpang komersial?
Dan parahnya sebuah pesawat militer yang seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan nasional dan militer justru digunakan juga untuk membawa penumpang untuk sekadar berkunjung dan berlibur. Bagaimana seorang warga sipil yang hanya memiliki hubungan keluarga dengan seorang prajurit TNI mendapat akses menggunakan fasilitas militer meskipun membayar sekian persen?
Di saat sedang mempersiapkan diri untuk kerja, Letkol TNI AU Asep Gunawan dikejutkan dengam berita jatuhnya Hercules, yang di dalamnya ada Nuryani isteri tercintanya. Rencana liburan ternyata berujung maut.
Demikian dikisahkan Muslim Mardoyo (48), saudara tertua Nunung, panggilan akrab Nuryani saat dijumpai di rumah duka, Kompleks Perumahan TNI AU Lanud Halim Perdana Kusuma Jl. Beranjangan IV/3 Jakarta Timur, Rabu (20/5).
Nunung adalah anak kelima dari sembilan bersaudara. Asep sendiri berada di Lanud Iswahyudi. Rencananya, Nunung bersama lima temannya hendak ke Makasar. “Mereka mau ke Makasar, mengunjungi salah satu keluarga temannya yang tergabung dalam club senam jantung,” kata Muslim. [kompas]
Yang menjadi pertanyaan, apakah boleh fasiliter militer negara digunakan oleh anggota keluarga seorang militer? Bukankah yang memiliki tugas militer hanya prajurit, bukan anak berusia 7 tahun, bukan pula isterinya? Inilah kejanggalan yang saya pikir terjadi ketimpangan dalam menggunakan fasilitas negara dan khususnya dalam penggunaan fasilitas militer. Jika fasilitas militer yang vital telah digunakan secara komersial, maka kedaulatan dan kekuatan militer sangatlah rapuh. Apakah KSAU tidak tahu? Apakah Menhan tidak tahu? Apakah Presiden juga tidak tahu?
Sudahkah Memberi Perhatian Khusus Pasca Kecelakaan Fokker di Bandung?
Kedua, hanya dalam waktu kurang dari 2 bulan, sudah terjadi kecelakaan pesawat milik TNI AU dan ketiga-tiganya menyebabkan jatuh korban, 2 kecelakaanya menyebabkan total korban meninggal 126 0rang (24 orang di Bandung dan 102 orang di Magetan) dan kecelaakaan di Papua menyebabkan 2 orang luka parah. Dan yang sangat menyedihkan adalah para korban umumnya adalah prajurit TNI yang handal. Mengapa rentetan tragedi ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat? Apakah tidak ada evaluasi yang intensif dan serius pasca jatuhnya pesawat TNI Fokker 27 di Bandung?
Kita tahu bahwa pasca kecelakaan pesawat Fokker 27 di Bandung, hampir tidak ada media yang intens meliput dan pemerintah serta TNI terkesan menenggelamkan kasus ini. Hal ini terjadi karena kecelakaan pesawat TNI terjadi 3 hari sebelum Pemilu Legislatif 9 Aril 2009 sehingga “mata publik” lebih tertuju pada Pileg. Begitu juga pemerintah dan parpol asyiik berpolemik atas Pemilu terburuk sepanjang sejarah reformasi. Dan akibatnya kasus kecelakaan TNI AU di Bandung seolah tidak dijadikan sebagai pelajaran berarti untuk evaluasi dan pencegahan, terutama pejabat berwenang. Apakah karena even “pesta demokrasi”, lalu hal krusial seperti ini dilupakan? Pasca kecelakaan Fokker 27 di Bandung, aparat dan pemerintah seyogianya menangani kasus ini dengan serius sehingga dampak kejadian ini dapat diminimalisir
22 Mei 2009
3 kEjAngGaLan
Diposting oleh
dHiNi
Label: kecelakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar